BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep
Pengetahuan
2.1.1
Pengertian
Pengetahuan
(Knowledge) adalah hasil tahu dari
manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “what”
misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya (Notoatmodjo S, 2010). Pengetahuan
merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia
yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo S,
2005).
Menurut
Penilaian Rogers 1974 Rogers mengungkapkan bahwa seseorang yang mengadopsi
perilaku baru didalam dirinya terjadi proses:
1.
Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terdapat stimulus (objek).
2.
Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus objek tersebut, disini sikap subyek
sudah mulai timbul.
3.
Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
4.
Trial (mencoba) dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
5.
Adoptin (menerima) dimana subyek telah berperilaku baru sesui dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo S, 2003).
2.1.2.
Tingkat
Pengetahuan
Pengetahuan
yang dicakup dalam kognitifmempunyai 6 tingkat:
1)
Tahu
(Know)
Tahu adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
yaitu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2)
Memahami
(comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari (Notoatmodjo S, 2003).
3)
Aplikasi
(Aplication)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4)
Analisis
(Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya
satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata
kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya (Notoatmodjo S, 2005).
5)
Sintesis
(Synthetis)
Sintetis
menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, yaitu menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun,
merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan
yang telah ada (Notoatmodjo S, 2005).
6)
Evaluasi
(Evaluation)
Evaluasi
ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek yang didasarkan kepada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri (Notoatmodjo S, 2005).
2.1.3.
Cara
memperoleh pengetahuan
Dari
berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan
sepanjang sejarah, maka dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:
1)
Cara
tradisional atau non ilmiah
Cara
tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum
ditemukannya metode ilmiah yang sistemik dan logis. Cara-cara penemuan
pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:
1.
Cara
coba – salah (Triai and Error)
Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan
dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil,
dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka
dicoba kembali dengan kemungkinan ketiga.
2.
Cara
kekuasaan atau otoritas
Prinsip pada cara ini orang lain menerima pendapat
orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji/ membuktikan kebenaran, baik
berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri.
3.
Berdasarkan
pengalaman pribadi
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa
yang lalu.
4.
Melalui
jalan pikiran
Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara
melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan-pernyataan yang
dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan
(Notoatmodjo S, 2005).
2)
Cara
modern
Cara baru
atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis,
logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular
disebut metodologi penelitian (research
methodology) (Notoatmodjo S, 2005).
2.1.4.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pengetahuan
1)
Pendidikan
Pendidikan dapat
mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam
memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan (Nursalam dan
Pariani, 2001).
2)
Usia
Semakin
cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih
dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup dewasa. Hal ini sebagai
akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Makin tua umur seseorang makin
konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi (Nursalam
dan Pariani, 2001).
3)
Pekerjaan
Pekerjaan
adalah kebutuhan yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Bekerja pada umumnya
adalah kegiatan yang menyita waktu. Bekerja akan mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan keluarga (Nursalan dan Pariani, 2001).
4)
Pengalaman
Pengalaman
merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi
pada masa lalu (Notoatmodjo S, 2003).
2.1.5.
Alat
ukur
Untuk
menentukan tingkat pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi:
1)
Pengetahuan
baik jika responden mendapat skor (76-100%)
2)
Pengetahuan
cukup jika respondenmendapat skor (56-75%)
3)
Pengetahuan
kurang jika responden mendapat skor (< 56%) (Nursalam, 2003).
2.2.
Konsep Kecemasan
2.2.1. Pengertian
Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan
terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkanya dengan perasaan tidak
menentu dan tidak berdaya (Suliswati,2005). kecemasan merupakan kekhawatiran yang
tidak jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek spesifik kecemasan dialami
secara subyektif dan dikomunikasikan secara interpersonal dan berada dalam suatu
rentang (Stuart, 2006)
Kecemasan adalah
penjelmaan dari perbagai proses emosi yang bercampur, yang terjadi manakala
seseorang sedang mengalami berbagai tekanan-tekanan atau ketegangan seperti
perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (Prasetyono, 2007). Kecemasan
adalah keadaan ketika individu/ kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian
atau opini) dan aktivitas sistem saraf otonom dalam berespon terhadap ancaman
yang tidak jelas dan non spesifik (Carpenito, 2007).
2.2.2. Faktor Predisposisi
Berbagai teori telah
dikembangkan untuk menjelaskan asal kecemasan
1)
Dalam pandangan psikoanalitis, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi
antara dua elemen kepribadian, fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa
ada bahaya.
2)
Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan terhadap
ketidak setujuan dan penolakan
interpersonal, kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma seperti
perpisahan dan kehilangan.
3)
Menurut pandangan prilaku, kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang menganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan tertentu.
4)
Kajian
keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga
(Struat, 2006)
2.2.3. Faktor Pencetus
Stressor dapat berasal dari sumber internal atau
eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori :
a.
Ancaman terhadap intergritas fisik meliputi disabilitas
fisiologis yang akan terjadi atau penurunan uantuk kemampuan melakukan
aktivitas hidup sehari-hari.
b.
Ancaman terhadap system diri
dapat membahayakan identitas, haga diri dan fungsi social yang terintegritas
pada individu (Struat, 2006)
2.2.4. Faktor sosial yang mempengaruhi
Kecemasan
a.
Usia
Berdasarkan
usia, dikatakan bahwa tingkat kecemasan pasien laki-laki dan perempuan usia
dibawah 60 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan pasien laki-laki dan perempuan
usia diatas 60 tahun.
b.
Lingkungan hidup
Kondisi
lingkungan hidup yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan seseorang. Misalnya
masalah perumahan, polusi, penghijauan yang merupakan sarana dan prasarana
pemukiman hendaknya memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Selain itu suasana
kehidupan yang bebas dari gangguan kriminalitas yaitu keamanan dan ketertiban
masyarakat.
c.
Pekerjaan
Pekerjaan adalah kebutuhan
yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupanya dan keluarganya.
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak cara mencari nafkah
yang membosankan, berulang dan banyak tantangan.
d.
Pengalaman
Tingkat kecemasan orang
dewasa dan orang yang lebih muda ditandai dengan efektifnya mekanisme koping
dan dari banyaknya pengalaman yang
didapat.
e.
Keuangan
Masalah
keuangan dalam kehidupan sehari-hari ternyata merupakan salah satu stressor
utama. Misalnya, pendapatan lebih kecil dari pada pengeluaran, terlibat hutang,
kebangkrutan, dan lain sebagainya.
f.
Penyakit
fisik
Berbagai penyakit fisik
terutama yang kronis dan atau cidera yang mengakibatkan invaliditas dapat
menyebabkan stress pada diri seseorang, misalnya penyakit jantung (Hawari, 2004)
2.2.5. Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan menurut
(struat, 2006) sebagai berikut :
1)
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari, kecemasan ini dapat menyebabkan individu menjadi tetap
waspada dan meningkatkan lapang
persepsinya.
2)
Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan
hal lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi
individu.
3)
Kecemasan berat sangat mengurangi lapang
persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan
spesifik serta tidak berpikir
tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.
4)
Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terpengarah,
ketakutan, dan terror. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan,
jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan
kematian.
RENTANG
RESPON CEMAS
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Gambar 2.1. Rentang Respon
Kecemasan (Stuart, 1998)
2.2.6. Pengukuran Tingkat
Kecemasan
Tingkat kecemasan
adalah hasil penilaian
terhadap berat ringannya
stres yang dialami seseorang (Struat, 2006). Tingkatan kecemasan
ini diukur dengan menggunakan Depression
Anxiety Stress Scale (DASS 42) oleh Lovibond & Lovibond (1995). Psychometric Properties Of The Depression
Anxiety Stress Scale 42 terdiri dari 42 item atau lebih diringkas sebagai Depression Stress Scale terdiri dari 21
item. DASS adalah seperangkat skala subyektif
yang dibentuk untuk mengukur status emosional negative dari depresi, kecemasan
dan stress. DASS dibentuk tidak hanya untuk mengukur
secara kenvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih
lanjut untuk pemahaman pengertian, dan pengukuran yang berlaku dimanapun dari
status emosional. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu
untuk tujuan penelitian (Rahmawati
et.al, 2008)
Menurut Saryono (2010), tingkatan cemas
pada instrumen ini berupa ringan, sedang, berat, dan panik. Psychometric Properties Of The
DepressionAnxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item, sedangkan
pertanyaan atau kuesioner mengenai
kecemasan terdiri dari 7 item dengan makna 0-6 (normal); 7-9 (ringan); 10-14
(sedang); 15-19 (berat); > 20 (panik).
DEPRESSION ANXIETY STRESS SCALE
Keterangan : 0: Tidak saya alami 2: Saya sering
mengalami 1: Saya mengalami beberapa kali 3: Saya selalu mengalami