Jumat, 08 Juni 2012

Profesionalisme perawat


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
           
2.1.  Konsep Pengetahuan
2.1.1        Pengertian
Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “what” misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya (Notoatmodjo S, 2010). Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo S, 2005).
Menurut Penilaian Rogers 1974 Rogers mengungkapkan bahwa seseorang yang mengadopsi perilaku baru didalam dirinya terjadi proses:
1.             Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terdapat stimulus (objek).
2.             Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus objek tersebut, disini sikap subyek sudah mulai timbul.
3.             Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4.             Trial (mencoba) dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5.             Adoptin (menerima) dimana subyek telah berperilaku baru sesui dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo S, 2003).
2.1.2.      Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup dalam kognitifmempunyai 6 tingkat:
1)        Tahu (Know)
Tahu adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2)        Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari (Notoatmodjo S, 2003).
3)        Aplikasi (Aplication)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4)        Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya (Notoatmodjo S, 2005).
5)        Sintesis (Synthetis)
Sintetis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, yaitu menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada (Notoatmodjo S, 2005).
6)        Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek yang didasarkan kepada suatu kriteria yang ditentukan sendiri (Notoatmodjo S, 2005).
2.1.3.      Cara memperoleh pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, maka dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:
1)             Cara tradisional atau non ilmiah
Cara tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah yang sistemik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:
1.        Cara coba – salah (Triai and Error)
Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba kembali dengan kemungkinan ketiga.

2.        Cara kekuasaan atau otoritas
Prinsip pada cara ini orang lain menerima pendapat orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji/ membuktikan kebenaran, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri.
3.        Berdasarkan pengalaman pribadi
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
4.        Melalui jalan pikiran
Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan-pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan (Notoatmodjo S, 2005).
2)             Cara modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research methodology) (Notoatmodjo S, 2005).
2.1.4.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
1)        Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan (Nursalam dan Pariani, 2001).

2)        Usia
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup dewasa. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Makin tua umur seseorang makin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi (Nursalam dan Pariani, 2001).
3)        Pekerjaan 
Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupannya dan  kehidupan keluarganya. Bekerja pada umumnya adalah kegiatan yang menyita waktu. Bekerja akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Nursalan dan Pariani, 2001).
4)        Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo S, 2003).
2.1.5.      Alat ukur
Untuk menentukan tingkat pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi:
1)        Pengetahuan baik jika responden mendapat skor (76-100%)
2)        Pengetahuan cukup jika respondenmendapat skor (56-75%)
3)        Pengetahuan kurang jika responden mendapat skor (< 56%) (Nursalam, 2003).

2.2.       Konsep Kecemasan
2.2.1.      Pengertian
Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkanya dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati,2005). kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek spesifik kecemasan dialami secara subyektif dan dikomunikasikan secara interpersonal dan berada dalam suatu rentang (Stuart, 2006)
Kecemasan adalah penjelmaan dari perbagai proses emosi yang bercampur, yang terjadi manakala seseorang sedang mengalami berbagai tekanan-tekanan atau ketegangan seperti perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (Prasetyono, 2007). Kecemasan adalah keadaan ketika individu/ kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf otonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak jelas dan non spesifik (Carpenito, 2007).
2.2.2.      Faktor Predisposisi
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal kecemasan
1)        Dalam pandangan psikoanalitis, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2)        Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan terhadap ketidak setujuan  dan penolakan interpersonal, kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma seperti perpisahan dan kehilangan.
3)        Menurut pandangan prilaku, kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang menganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan tertentu.
4)        Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga (Struat, 2006)
2.2.3.      Faktor Pencetus
Stressor dapat berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori :
a.         Ancaman terhadap intergritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang akan terjadi atau penurunan uantuk kemampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
b.         Ancaman terhadap system diri dapat membahayakan identitas, haga diri dan fungsi social yang terintegritas pada individu (Struat, 2006)
2.2.4.      Faktor sosial yang mempengaruhi Kecemasan
a.    Usia
     Berdasarkan usia, dikatakan bahwa tingkat kecemasan pasien laki-laki dan perempuan usia dibawah 60 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan pasien laki-laki dan perempuan usia diatas 60 tahun.
b.                          Lingkungan hidup
     Kondisi lingkungan hidup yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan seseorang. Misalnya masalah perumahan, polusi, penghijauan yang merupakan sarana dan prasarana pemukiman hendaknya memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Selain itu suasana kehidupan yang bebas dari gangguan kriminalitas yaitu keamanan dan ketertiban masyarakat.
c.                          Pekerjaan
     Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupanya dan keluarganya. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan.
d.                         Pengalaman
     Tingkat kecemasan orang dewasa dan orang yang lebih muda ditandai dengan efektifnya mekanisme koping dan dari banyaknya pengalaman yang  didapat.
e.                          Keuangan
     Masalah keuangan dalam kehidupan sehari-hari ternyata merupakan salah satu stressor utama. Misalnya, pendapatan lebih kecil dari pada pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan, dan lain sebagainya.
f.                           Penyakit fisik
     Berbagai penyakit fisik terutama yang kronis dan atau cidera yang mengakibatkan invaliditas dapat menyebabkan stress pada diri seseorang, misalnya penyakit jantung (Hawari, 2004)
2.2.5.      Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan menurut (struat, 2006) sebagai berikut :
1)             Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan ini dapat menyebabkan individu menjadi tetap waspada  dan meningkatkan lapang persepsinya.
2)             Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan hal lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu.
3)             Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.
4)             Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terpengarah, ketakutan, dan terror. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian.
                                              RENTANG RESPON CEMAS
              Respon Adaptif                                                             Respon Maladaptif


                                                
Antisipasi           Ringan               Sedang                  Berat                  Panik
Gambar 2.1Rentang Respon Kecemasan (Stuart, 1998)
2.2.6.      Pengukuran   Tingkat   Kecemasan  
Tingkat  kecemasan  adalah  hasil  penilaian  terhadap  berat  ringannya  stres yang dialami seseorang  (Struat, 2006). Tingkatan kecemasan ini diukur dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale (DASS 42) oleh Lovibond & Lovibond (1995). Psychometric Properties Of The Depression Anxiety Stress Scale 42 terdiri dari 42 item atau lebih diringkas sebagai Depression Stress Scale terdiri dari 21 item. DASS adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negative dari depresi, kecemasan dan stress.  DASS dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara kenvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman pengertian, dan pengukuran yang berlaku dimanapun dari status emosional. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan penelitian (Rahmawati et.al, 2008)
Menurut Saryono (2010), tingkatan cemas pada instrumen ini berupa ringan, sedang, berat, dan panik. Psychometric Properties Of The DepressionAnxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item, sedangkan pertanyaan atau  kuesioner mengenai kecemasan terdiri dari 7 item dengan makna 0-6 (normal); 7-9 (ringan); 10-14 (sedang); 15-19 (berat); > 20 (panik).
DEPRESSION ANXIETY STRESS SCALE
Keterangan :    0: Tidak saya alami                             2: Saya sering mengalami                                1: Saya mengalami beberapa kali   3: Saya selalu mengalami

Hubungan Pengetahuan dengan Kecemasan Ibu pada dalam Perawatan Diare Anak (Study di Ruang Teratai RS.dr. R.Soeprapto)


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Penyakit diare masih sering menjadi salah satu wabah yang membawa kabar kematian terbanyak pada bayi dan anak-anak. Word Health Organization (WHO) mendefinisikan diare sebagai kejadian buang air besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekwensi tiga kali atau lebih selama satu hari atau lebih. Definisi ini lebih menekankan pada konsistensi tinja dari pada frekwensinya (Kemenkes RI, 2011).
Penyakit diare di masyarakat Indonesia lebih dikenal dengan istilah “muntaber”. Penyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan serta menimbulkan kecemasan dan kepanikan warga masyarakat karena bila tidak segera diobati dalam waktu singkat (lebih kurang 48 jam) penderita akan meninggal (Triatmodjo, 2008). Pengetahuan ibu yang kurang, dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diare pada anak. Kurangnya pengetahuan akan menimbulkan kecemasan pada ibu. Maka dari itu, pengetahuan ibu sangat penting dalam perawatan anak yang terkena diare. Gangguan kecemasan merupakan masalah kesehatan pada umumnya dan masalah kesehatan jiwa pada khususnya. Sejak lima tahun yang lalu dinyatakan oleh Word Health Organization sebagai tahun kesehatan jiwa. Pertimbangan ini sangat beralasan dengan study Bank Dunia, bahwa ternyata gangguan kesehatan jiwa  ansietas merupakan penyebab utama hilangnya sejumlah kualitas hidup manusia (Stuart dan Sudden, 2006).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa penyebab utama kematian pada balita adalah Diare (post natal) sebesar 14% dan kematian pada bayi umur kurang satu bulan 41%. Kematian pada bayi umur kurang dari satu bulan akibat diare yaitu sebesar 2%. Hal ini terlihat bahwa Diare sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kematian anak didunia. Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tanggal 2 Desember 2008 di Jakarta mencatat, diare adalah penyakit penyumbang kematian bayi (usia 29 hari-11bulan) terbesar. Yaitu  mencapai 31,4% dari total kematian bayi. Diare juga menjadi penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan) terbanyak. Tercatat mencapai 25,2% kematian balita di tanah air disebabkan oleh penyakit diare (Kemenkes RI, 2011).
Data yang diperoleh di Sub bagian Rekam Medik RS dr. R. Soeprapto Cepu Kabupaten Blora, menunjukkan bahwa jumlah klien yang menjalani perawatan dengan diare pada tahun 2010 sebanyak 385 orang dan tahun 2011 sebanyak 399 orang. Sedangkan data 3 bulan terakhir terhitung mulai dari bulan Januari sampai Maret 2012 sebanyak 116 orang, dengan rincian 96 klien rawat inap dan 20 klien rawat jalan di Poliklinik Anak.
Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Januari sampai Maret 2012 di Poliklinik Anak RS. dr. R. Soeprapto Cepu menunjukkan bahwa dari 15 responden yang berkunjung untuk memeriksakan anaknya dengan diare, 11 responden diantaranya memiliki pengetahuan yang buruk. Sedangkan 3 responden memiliki pengetahuan yang cukup dan hanya 1 responden yang memiliki pengetahuan baik dan paham tentang perawatan anak yang terkena diare. Banyak ibu yang terlihat cemas dan kawatir dengan kondisi anaknya. 9 dari responden menunjukkan cemas sedang. 4 responden menunjukkan cemas berat. Hanya 2 responden tergolong dalam kecemasan ringan.
Ibu dalam melakukan perawatan pada anaknya yang terkena diare membutuhkan penyesuaian mental, sikap, nilai dan minat baru. Selain itu dukungan social yang juga sangat penting serta mekanisme koping yang efektif. Hal ini perlu mendapat perhatian dari beberapa pihak baik dari keluarga, teman-teman sekelilingnya, warga masyarakat dan khususnya kita sebagai perawat guna mengurangi kecemasan dengan cara memberikan motivasi dan sebagai konsultan atau pemberi arahan. Dalam hal ini diperlukan peran perawat dalam upaya penanggulangan dan pencegahan masalah-masalah serta perubahan yang terjadi pada anak, khususnya anak yang terkena diare. Selain itu cara mencegah penyakit pada anak dimulai dari diri orang tua. Berikan contoh yang benar dengan menjaga pola hidup sehat. Bila orang tua menjaga pola hidup yang sehat, anak akan mengikuti dengan mudah. Orang tua ditekankan pada hal yang positif bukan negative.
1.2. Rumusan Masalah
“Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan ibu dalam perawatan diare pada anak di Ruang Anak RS. dr. R. Soeprapto Cepu?”
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1.  Tujuan umum
Mengidentifikasi hubungan pengetahuan dengan kecemasan ibu dalam perawatan diare pada anak di Ruang Teratai RS. dr. R. Soeprapto Cepu.
1.3.2. Tujuan khusus
1.             Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang perawatan diare pada anak di Ruang Teratai RS. dr. R. Soeprapto Cepu.
2.             Mengidentifikasi kecemasan pada ibu dalam perawatan diare pada anak di Ruang Teratai RS. dr. R. Soeprapto Cepu.
3.             Menganalisis hubungan pengetahuan dan kecemasan ibu dalam perawatan diare pada anak di Ruang Teratai RS. dr. R. Soeprapto Cepu.
1.4.  Manfaat Penelitian
1.4.1.      Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan atau kontribusi tentang perawatan diare sehingga menambah khasanah keilmuan khususnya dibidang ilmu keperawatan anak. Serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam mengembangkan topik yang sama untuk penelitian lebih lanjut yang terkait dengan masalah diare.
1.4.2.      Praktis
Memberikan masukan bagi Rumah Sakit dalam membuat kebijakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat, khususnya mengatasi masalah diare, dengan mempermudah akses bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.